Saturday, December 25, 2010

RASAKU



Sembilu tajam bertubi-tubi menyayat hati yang rapuh dengan tanpa perasaan

Ketika akalku tak juga mampu memahami kepedihan yang kau tawarkan

Bersama derasnya hujan gelapnya malam dalam gigil yang sangat dingin

Aku gemetar menahan segala perih dalam hati memaknai luka yang kau tikamkan


Haruskah kukatakan tentang lukaku yang telah kau lihat merah darahnya

Haruskah kuterjemahkan perihnya yang telah kau lihat dalam sayatannya

Kau tambahkan dengan caramu memaknai rasa yang selalu kau katakan

Semua bagai palu yang kian menghancurkan hatiku yang telah remuk redam


Cukuplah bagiku sekali saja kau katakan rasa cintamu kepadaku

Ribuan kata tak akan pernah mampu menggambarkan apa nyata dalam hatimu

Biarlah rasaku yang akan memaknai segala rasamu terhadapku dari tindakmu

Tindakmu adalah nyata dalam kau mengartikan segala rasamu kepadaku


Air mata selalu ada di ujung malam-malam saat perlahan beranjak menuju pagi

Berusaha membasuh darah merah segar yang mengalir tak juga mengering

Angin yang diam terengah mengabarkan rasaku terbang ke langit hitam

Mencoba mengaburkan perihku dalam samar yang coba kuyakini hingga kini


Sinar jingga mentari memperlihatkan sembilu yang menancap di ruang hatiku

Ruang di mana kita menelanjangkan segala tentang rasaku dan rasamu

Ruang tanpa batas penglihatan dan waktu dimana kita biasa bercumbu rayu

Kini hanya ada luka di atas rasaku yang penuh darah kesedihan karenamu


Magelang, Jum’at, 24 Desember 2010

Nazareth - Love Hurts

Monday, December 20, 2010

“PANDUAN SEHAT” NONTON TV

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa kebiasaan menonton acara televisi secara pasif dan berlebihan, bukanlah kebiasaan yang “sehat”. Di bawah ini ada beberapa panduan menganai cara “nonton TV yang sehat”.

1. Tontonlah TV sesuai ‘porsi’.

Menonton TV terlalu lama melelahkan mata. Rekomendasi DR. Aric Sigman, psikolog Inggris yang menulis buku Remotely Controlled : How Television is Damaging Our Lives, untuk porsi menonton TV sehari adalah sebagi berikut :

a. Usia 3 – 7 tahun : 30 menit sehari.

b. Usia 7 – 12 tahun : 1 jam sehari.

c. Usia 12 – 15 tahun : 1 jam 30 menit sehari.

d. Usia 16 tahun ke atas : 2 jam sehari

Dr. Sigman tidak merekomendasikan TV untuk anak di bawah usia 3 (tiga) tahun. American Academy of Pediatrics tidak merekomendasikan TV untuk anak di bawah usia 2 (dua) tahun. Bagaimana di Indonesia?

2. Buatlah ruangan cukup terang saat nonton TV.

Orang tua agar menyesuaikan kekontrasan dan kecemerlangan gambar TV dengan terangnya ruangan. Ini agar gambar dapat dilihat dengan jelas tanpa akomodasi yang berlebihan dari mata. Sehingga mata tidak lekas lelah.

3. Akhiri nonton TV satu jam sebelum tidur malam.

Habiskan nonton TV satu jam sebelum tidur. Rangsangan cahaya TV menghambat kelenjar epifisis di otak menghasilkan hormon melatonin (hormon pengatur jam biologis tubuh), sehingga mengganggu pola tidur.

4. Tontonlah TV dari ‘jarak terbaik’.

Jarak ‘ideal’ adalah antara 5 – 6,25 kali lebar gambar di layar TV (Canadian Assosciation of Optometricsts merekomendasikan 5 (lima) kali lebar gambar di layar TV; Coffey dkk (1977) dan McVey (1970) merekomendasikan 6,25 kali lebar layar, dengan sudut pandang 9 derajat dari horisontal tegak lurus layar).

5. Buatlah posisi tubuh nyaman saat nonton TV.

Menonton dalam posisi menengadah atau menoleh tidak baik untuk tulang leher. Menonton dalam posisi duduk membungkuk tidak baik untuk tulang punggung. Usahakan lurus dengan TV.

6. Manfaatkan jeda iklan untuk ‘istirahat’.

Asosiasi Ahli Pemeriksa Mata Kanada menyarankan agar menonton TV tidak terus menatap layar TV dalam waktu lama.

7. Buatlah supaya gambar di layar nyaman dilihat.

Atur posisi antena, posisi TV, lampu yang menyilaukan, agar tidak mengganggu gambar TV. Hal ini agar gambar di TV lebih nyaman untuk dilihat.

8. Hindarkan nonton TV sambil makan dan atau minum.

Makan/minum sambil nonton TV membuat orang tidak menyadari apa saja dan berapa banyak yang dia makan/minum. Hal ini menjadi cenderung makan/minum berlebihan.

9. Hindarkan acara TV yang membuat cemas atau takut.

Kecemasan dan ketakutan bisa mengganggu tidur. Gangguan tidur akan mempengaruhi kesehatan.

10. Tontonlah acara TV yang bermanfaat.

Misalnya, acara yang menginformasikan atau mengajarkan pola hidup sehat, dll.

Akhirnya, ada baiknya kita mengupayakan agar seluruh keluarga, terutama anak-anak dapat dialihkan untuk melakukan aktivitas yang lebih aktif baik secara fisik maupun mental, daripada sekedar menonton acara televisi.

Sumber : Parents Guide, Juli 2007

Thursday, December 16, 2010

Only When I Sleep -- The Corrs

IMO : PUSKESMAS TERPADU

Merupakan salah satu solusi untuk memenuhi tuntutan masyarakat akan peningkatan kebutuhan layanan kuratif di Puskesmas dalam situasi sumber daya terbatas. Merupakan Puskesmas dengan perawatan yang ditingkatkan fungsi kuratifnya setara rumah sakit type D, tanpa meninggalkan fungsi-fungsi Puskesmas lainnya.

Hal ini mungkin dilaksanakan bila Puskesmas tersebut memang pemanfaatannya oleh masyarakat tinggi, cukup jauh dari tempat rujukan serta sumber daya yang ada belum memungkinkan untuk dibangunnya rumah sakit di tempat tersebut. Karena untuk membangun sebuah rumah sakit dibutuhkan dana yang besar dan sumber daya lainnya (terutama sumber daya manusia) yang tidak mudah dalam pengadaannya. Disamping itu, adanya peningkatan status Puskesmas menjadi rumah sakit di suatu tempat, harus diikuti dengan pembangunan Puskesmas baru di tempat tersebut untuk menjalankan fungsi-fungsi di luar gedung. Ini jelas membutuhkan sumber daya baru yang tidak sedikit.

Puskesmas terpadu ini nantinya akan memiliki kemampuan kuratif yang lebih besar dengan penambahan pelayanan spesialistik. Tapi pelayanan spesialistik yang dikembangkan di sini adalah spesialistik dasar. Minimal dua pelayanan spesialistik, yaitu penyakit dalam dan anak. Kalaupun ada penambahan, dibatasi pada kebidanan dan kandungan atau bedah. Lebih dari itu, diharapkan Puskesmas sudah harus disiapkan untuk menjadi rumah sakit sepenuhnya.

Adanya pengembangan ini, tentunya harus diikuti dengan beberapa perubahan mendasar terhadap manajeman Puskesmas. Salah satunya adalah struktur organisasi. Puskesmas masih merupakan UPT Dinas Kesehatan, tapi dengan peningkatan eselon bagi Kepala Puskesmasnya. Peningkatan eselon ini karena beban kerja dan tanggung jawabnya yang juga meningkat. Karena pengembangannya adalah kuratif, maka lebih tepat bila Kepala Puskesmas adalah seorang tenaga medis. Kepala Puskesmas dibantu oleh Kepala Tata Usaha dan dua orang manajer yang akan mengelola kegiatan dalam gedung serta luar gedung. Kedua kegiatan ini dikelola secara terpadu, saling mendukung satu sama lain dan bukan merupakan kegiatan terpisah yang berdiri sendiri. Untuk fleksibilitas, struktur organisasi di bawahnya bisa menggunakan sistem matrik. Dalam sistem ini, salah satu keuntungannya adalah mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya manusia yang terbatas.

Perubahan mendasar lainnya adalah pada sistem pengelolaan keuangan. Diharapkan pengelolaan keuangan di sini bisa menggunakan sistem yang fleksibel karena merupakan institusi pelayanan langsung. Badan Layanan Umum adalah sistem yang cocok diterapkan di sini.

Pada kelanjutannya, Puskesmas tetap dalam pengawasan dan pembinaan supaya fungsi-fungsi lain Puskesmas bisa tetap dilaksanakan secara seimbang. Jangan sampai hanya terfokus pada sisi kuratif yang sebenarnya merupakan bagian kecil dari pelayanan kesehatan yang seharusnya diberikan oleh Puskesmas secara keseluruhan.

NEED YOUR OPINION! Thanks

Wednesday, December 1, 2010

REMBULAN SURAM DI KOTAKU

by : junita


Rembulan temaram, menggantung lesu di langit kelabu

Diselimuti kabut pekat, pengap di antara awan gelap

Angin bertiup perlahan, membelai daun bergerisik resah

Lolongan anjing menyenandungkan nada-nada gelisah

Menyambut kehadiranku, membawa diri kembali ke kotaku


Bayang hitam pepohonan berlarian mengikuti laju langkahku

Aroma malam sangat pekat menusuk-nusuk hidungku

Dinginnya menggulung-gulung permukaan kulitku

Menyatukan dan merekatkan dengan ringkih tulang-tulangku

Menemaniku menyusuri jalan panjang kerinduan pada kotaku


Aku serasa kembali ke luka lamaku, luka-luka perjalananku

Yang sering kurindu untuk kucecap habis rasa sakitnya

Membalurkan nikmat pedihnya di sekujur tubuhku

Membaui setiap jengkal aroma penderitaan di waktuku dulu

Yang sering membuatku tak tertahan untuk kembali ke kotaku


Rembulan berdebu di sudut langit atas kotaku yang sedang muram

Bercerita tentang kesetiaan sebuah penantian panjang tak bertepian

Selalu menyambut kehadiranku dengan kebersahajaan senyatanya

Mengikatku dengan ribuan kasih yang tak pernah putus rangkaiannya

Membuatku selalu merindukan, rembulan suram di kotaku


Rembulan suram di kotaku, hadir lagi malam ini, masih seperti dulu

Diselimuti kabut pekat, pengap di antara awan gelap

Kusam sinarnya menghadirkan gigil di hati saat menatapnya

Kedatangannya membangkitkan pesona kenangan hidupku

Membuatku selalu rindu, pada rembulan suram di kotaku


Magelang, Selasa, 23 November 2010

MENCEGAH PENYAKIT JANTUNG DENGAN COKLAT


American Heart Association mempublikasikan sebuah jurnal hasil penelitian yang menyebutkan bahwa wanita tua yang mengkonsumsi coklat hitam 1-2 kali seminggu, bisa mendapat manfaat untuk mengurangi resiko penyakit gagal jantung. Penelitian yang melibatkan hampir 32.000 wanita berkewarganegaraan Swedia, berusia 48 – 83 tahun ini dilaksanakan selama 9 tahun.

Penelitian ini menunjukkan, dengan mengkonsumsi 19 – 30 gram coklat hitam 1- 2 kali seminggu, menyebabkan penurunan 32% resiko gagal jantung. Penurunan hanya 26% jika dikonsumsi 1 – 3 kali sebulan. Penurunan resiko justru tidak tampak pada mereka yang mengkonsumsi coklat setiap hari. Ini mungkin merupakan penelitian pertama yang menunjukkan efek jangka panjang coklat terhadap gagal jantung.

Coklat mengandung konsentrasi tinggi senyawa flavonoid yang dapat menurunkan tekanan darah dan melindungi terhadap penyakit jantung. Coklat hitam adalah pilihan terbaik selama tidak dikonsumsi secara berlebihan. Kandungan kakao tinggi dikaitkan dengan manfaat yang lebih besar pada jantung. Pada penelitian ini, walaupun coklat yang dikonsumsi adalah coklat susu, tapi berisi konsentrasi kakao tinggi sekitar 30%.

Studi ini menunjukkan pentingnya menemukan keseimbangan yang tepat dalam makanan kita. Seperti halnya antioksidan dalam buah dan sayuran, antioksidan dalam coklatpun mungkin bermanfaat untuk jantung kita. Jadi, tidak perlu memantang coklat, selama tidak berlebihan.

Sumber : Ethical Digest, Oktober 2010

ROBERT G. EDWARD, “BAPAK” EMPAT JUTA BAYI


Kerja kerasnya selama lebih 30 tahun akhirnya diakui dunia dengan dianugerahinya Nobel Bidang Kedokteran tahun 2010. Terlepas dari berbagai pro dan kontra yang muncul, usaha Robert Edward mengembangkan in vitro fertilization (IVF) pantas mendapatkan penghargaan. Penemuannya ini memungkinkan para ahli untuk mengatasi infertilitas, suatu kondisi medis yang menimpa banyak pasangan di seluruh dunia.

Pada tahun 1950, Edward berpandangan bahwa IVF akan memberi manfaat pada pasangan yang mengalami infertilitas atau sulit mempunyai anak. Edward berhasil melakukan pembuahan sel telur manusia dalam sebuah tabung uji (atau lebih tepatnya piringan tempat biakan sel). Tehnik inilah yang kemudian terkenal sebagai tehnik bayi tabung.

Usahanya membuahkan hasil ketika pada 25 Juli 1978, lahir bayi tabung pertama di dunia melalui operasi caesar yang diberi nama Louise Brown. Anak dari pasangan Lesley dan John Brown yang setelah sembilan tahun gagal untuk memperoleh anak. Sampai saat ini, ada sekitar empat juta orang yang berhasil dilahirkan melalui tehnologi IVF.

Robert G. Edward lahir tahun 1925 di Manchester, Inggris. Setelah dinas militer dalam PD II, ia belajar biologi di Universitas Wales di Bangor dan di Universitas Edinburgh di Skotlandia. Dia mendapat gelar PhD tahun 1955 dengan tesis mengenai perkembangan embrional pada tikus. Menjadi staf ilmuwan di Institut Riset medis nasional di London tahun 1958 dan memulai penelitian pada proses pembuahan manusia.

Edward bersama Patrick Steptoe mendirikan Bourn Hall Clinic, pusat terapi IVF pertama di dunia di Cambridge sejak tahun 1963. Edward adalah direktur riset dan editor beberapa jurnal ilmiah terkemuka di bidang fertilisasi. Saat ini, dia adalah profesor emeritus di Universitas Cambridge.

Sumber : Ethical Digest, November 2010