Tuesday, December 27, 2011

REVITALISASI PUSKESMAS (12)

STRATEGI PENGEMBANGAN PUSKESMAS


1.    Mengembangkan dan Mengelola Layanan Rawat Jalan dan Rawat Inap Untuk Penyakit/Kondisi Kesehatan Kronik dan Akut
Adanya perubahan yang pesat terhadap teknologi membawa dampak besar tehadap perilaku sosial budaya masyarakat, yang imbasnya adalah perubahan pola penyakit di masyarakat. Bila pada awalnya UKP Puskesmas dirancang untuk menangani masalah kesehatan atau penyakit akut di masyarakat, saat ini harus mulai memberikan porsi yang lebih besar untuk masalah kesehatan atau penyakit kronik karena epidemiologi penyakit sekarang mulai bergeser, dimana kasus penyakit kronik mulai meluas dan penyakit akut belum hilang. Hal ini menjadi beban ganda untuk penanggulangan penyakit di masyarakat.
Peningkatan UKP untuk kegiatan kuratif di rawat jalan dan rawat inap harus diatur dengan cermat. Kegiatan UKP yang makin meningkat tidak boleh membuat Puskesmas melupakan fungsi – fungsi Puskesmas lainnya.
Untuk pengaturan ini dapat dilakukan beberapa hal sebagai berikut ini :
a.       Membebaskan Puskesmas dan jaringannya sebagai Sumber pendapatan Asli Daerah (PAD), sehingga kegiatan Puskesmas tidak terfokus pada kegiatan UKP (baca : kuratif) yang masih merupakan sumber pendapatan terbesar Puskesmas.
b.       Membatasi pendirian Puskesmas Rawat Inap hanya di lokasi – lokasi yang memang membutuhkan dan memungkinkan untuk dikembangkan sebagai Rawat Inap. Untuk meningkatkan keseriusan pengembangan Rawat Inap ini perlu adanya standar minimal tentang apa yang dimaksud Puskesmas Rawat Inap. Bila suatu Puskesmas akan dijadikan Puskesmas Rawat inap, sebaiknya mengacu pada Rumah Sakit Pelayanan Medik Dasar dengan 25 tempat tidur. Sarana lainnya mengikuti. Bila tidak mungkin dikembangkan ke arah tersebut, sebaiknya Puskesmas tidak perlu dikembangkan sebagai Puskesmas Rawat Inap, mengingat biaya pengelolaannya yang besar. untuk kebutuhan rawat inap, bisa menginduk pada Puskesmas Rawat Inap terdekat. Untuk ini Pemerintah Kabupaten harus memfasilitasi dan bila ada Puskesmas yang akan meningkat menjadi Puskesmas Rawat Inap tapi belum memenuhi syarat minimal, diberi kesempatan untuk menjadi Puskesmas Rintisan Rawat Inap yang berlaku pada waktu tertentu, misalnya tiga tahun untuk melihat perkembangannya. Bila berkembang dilanjutkan, bila tidak dihentikan.
c.        Pengembangan Puskesmas Terpadu. Konsep Puskesmas Terpadu yang pernah ada agar didefinisikan lagi secara jelas. Di sini penulis mengusulkan definisi Puskesmas Terpadu adalah Puskesmas dengan pengembangan pelayanan kuratif setara Rumah sakit Type D dengan tetap meningkatkan kualitas fungsi – fungsi Puskesmas lainnya. Keberadaan dokter spesialis dibatasi hanya pada spesialisasi dasar (anak, bedah, kandungan kebidanan dan penyakit dalam). Tidak harus keempatnya, tapi minimal dua spesialisasi. Jumlah tempat tidur dibatasi maksimal 50 tempat tidur. Sarana lain menyesuaikan. Apabila Puskesmas ini kegiatan kuratifnya menunjukkan peningkatan dan didasari oleh kebutuhan masyarakat yang mendesak, maka Puskesmas Terpadu ini sebaiknya langsung dikembangkan sebagai rumah sakit type C. konsekuensinya, Pemerintah harus membangun Puskesmas di wilayah tersebut untuk melaksanakan fungsi – fungsi pelayanan kesehatan masyarakatnya.

REVITALISASI PUSKESMAS (11)

STRATEGI PENGEMBANGAN PUSKESMAS


1.    Mengembangkan dan Mengelola Layanan Kesehatan Lokal Spesifik
Penting bagi puskesmas untuk mengembangkan kegiatan lokal spesifik sebagai ciri khas layanan kesehatan Puskesmas tersebut. Layanan yang dikembangkan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat, baik lingkungan geografis, demografis maupun sosial budaya. Ini dimaksudkan agar agar Puskesmas mampu memberikan “tanda pengenal” serta pilihan kepada masyarakat mengenai layanan kesehatan yang dibutuhkan. Ini juga dapat menjadi nilai lebih, semacam brand image atau “merk dagang” untuk meningkatkan daya saing Puskesmas bersangkutan.
Contoh kegiatan lokal spesifik yang dapat dikembangkan oleh Puskesmas sangat banyak, diantaranya pada Puskesmas yang kondisi geografisnya sangat rawan terjadi bencana alam (misal : Banjarmengu, Batur, Pejawaran, Kalibening, dan lain-lain) dapat mengembangkan layanan manajemen faktor resiko terutama untuk faktor resiko bencana. Puskesmas ini dapat memberikan layanan pelatihan untuk masyarakat atau kelompok – kelompok masyarakat untuk mengenali faktor resiko bencana dan penanggulangannya bila bencana benar – benar terjadi.
Puskesmas – puskesmas yang kesulitan mengembangkan kegiatan kuratifnya dapat mengembangkan kegiatan promotif preventif sebagai ciri khas layanan kesehatan di Puskesmas tersebut, misalnya Puskesmas sebagai Pusat Informasi Kesehatan yang dapat diakses oleh siapa saja. Puskesmas dapat juga mengembangkan UKBM-UKBM yang ada di wilayahnya menjadi kegiatan andalan dan sebagai bentuk layanan kesehatan yang mengupayakan kemandirian masyarakat di bidang kesehatan. Misalnya : Posyandu, Sekolah Sehat, Usaha Kesehatan Sekolah, pengembangan tanaman obat keluarga, Desa Siaga aktif dengan Forum Komunikasi Desa yang dapat diandalkan, dan sebagainya. 
Puskesmas yang berada di jalur jalan raya yang ramai dan rawan kecelakaan dapat mengembangkan Kegiatan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan yang berbasis masyarakat sehingga dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian karena pertolongan awal yang tidak tepat. Puskesmasnya sendiri dapat mengembangkan diri sebagai layanan dasar untuk “Trauma Center”.
Masih banyak kegiatan lain yang dapat dikembangkan oleh Puskesmas sesuai kreativitas dan inovasi masing-masing, tanpa meninggalkan aturan yang berlaku. Dengan begitu, Puskesmas akan memiliki satu bentuk layanan kesehatan yang khas yang dibutuhkan oleh masyarakat dan diharapkan masyarakat akan mengenali Puskesmas tersebut dengan bentuk layanan khas yang dimilikinya, tanpa meninggalkan  peran puskesmas secara utuh.

REVITALISASI PUSKESMAS (10)

STRATEGI PENGEMBANGAN PUSKESMAS


1.    Mengembangkan dan Mengelola Kerjasama Dengan Layanan Kesehatan Primer Lainnya
Puskesmas sebagai ujung tombak Pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya merupakan kepanjangan tangan pemerintah untuk menyampaikan dan memberikan program-program layanan kesehatan baik pada perorangan maupun masyarakat. Agar kegiatan-kegiatan tersebut dapat berjalan dan memperoleh hasil seperti yang diinginkan, maka Puskesmas harus membangun kerjasama dengan layanan kesehatan primer lainnya, baik swasta maupun pemerintah.
Kerjasama ini penting supaya tidak terjadi perbedaan yang sangat dramatis untuk penanggulangan masalah penyakit atau kesehatan yang akhirnya akan berdampak buruk pada masyarakat. Contoh, Pengobatan Tuberculosis (TBC) dengan strategi DOTs. Sudah terbukti bahwa pengobatan TBC dengan strategi DOTs lebih efektif daripada strategi konvensional. Kombinasi obat dan cara pemberiannya sudah sangat jelas. Angka kesembuhan juga tinggi (lebih dari 90%). Tapi sayang, tidak semua penderita TBC diobati dengan strategi DOTs, terutama mereka yang berobat ke layanan swasta. Pengobatan yang diberikan masih sangat bervariasi, kadang malah sub-standar. Salah satu penyebabnya adalah karena Puskesmas tidak melibatkan layanan swasta dengan memberikan informasi dan fasilitasi sarana (misal : obat, pemeriksaan laboratorium) untuk pengobatan penderita TBC dengan strategi DOTs. Aibatnya banyak penderita TBC yang tidak mengalami kesembuhan karena drop out minum obat, bahkan muncul resistensi kuman terhadap obat. Karena itu kerjasama menjadi sangat penting supaya capaian program bisa berhasil.
Kerjasama lain yang harus dikembangkan misalnya dalam hal pencatatan dan pelaporan. Sesuai dengan asas kerja Puskesmas yang berbasis kewilayahan, maka Puskesmas merupakan penanggung jawab seluruh kegiatan yang berhubungan dengan upaya peningkatan layanan kesehatan di wilayahnya. Selama ini, layanan kesehatan yang dilakukan oleh sektor swasta sering tidak terpantau oleh Puskesmas karena belum ada sistem pencatatan dan pelaporan yang baku dari sektor swasta untuk melaporkan kegiatannya ke Puskesmas. Begitu juga dengan rumah sakit yang tidak semua melaporkan kegiatannya ke Dinas Kesehatan. Hal ini menyebabkan kita banyak kehilangan banyak data yang sangat penting untuk untuk perencanaan kegiatan dan pengambilan keputusan guna menentukan suatu kebijakan. Pengambilan keputusan untuk kebijakan sering tidak riil karena data yang tidak lengkap. Oleh karena itu kerjasama dalam hal ini perlu ditingkatkan, misalnya dengan menetapkan suatu standar sistem pelaporan tentang kegiatan layanan kesehatan di seluruh wilayah kabupaten.
Pencatatan dan pelaporan kegiatan sarana pelayanan kesehatan di suatu wilayah Puskesmas sebaiknya melalui Puskesmas setempat, tidak langsung ke Dinas Kesehatan. Dengan demikian, kegiatan akan lebih terpantau dan peran Puskesmas sebagai kepanjangan tangan Dinas Kesehatan untuk membina layanan kesehatan di wilayahnya akan makin meningkat.

REVITALISASI PUSKESMAS (9)

STRATEGI PENGEMBANGAN PUSKESMAS


1.    Mengembangakan dan Mengelola Upaya Pemberdayaan Masyarakat Untuk Kesehatan
Dalam Keputusan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, disebutkan bahwa fungsi Puskesmas adalah sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan pemberian layanan kesehatan strata pertama (primer). Puskesmas memiliki tanggungjawab agar perorangan, terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat dengan memperhatikan situasi dan kondisi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat. Ini merupakan fungsi vital dari Puskesmas dan harus mendapat perhatian lebih untuk pengembangannya. Karena inti pembangunan kesehatan ada pada pemberdayaan masyarakat ini.
Dalam pengembangan ini ada hal – hal yang harus diperhatikan untuk dijadikan prinsip pengelolaan pemberdayaan masyarakat, diantaranya adalah :
a.       Integrasi.
b.       Investigasi “social capital” masyarakat.
c.        Perencanaan dan strategi.
d.       Komunikasi intens timbal balik.
e.       Role play dan role model.
f.        Monitoring – evaluasi.
g.       Refleksi.
h.       Mobilisasi
i.         Kelembagaan.

2.    Mengembangkan dan Mengelola Strategi Kompetisi Dengan Layanan Kesehatan Primer Lainnya
Puskesmas bukanlah satu-satunya pemberi layanan kesehatan primer (strata pertama). Di tengah-tengah masyarakat ada banyak pemberi layanan kesehatan primer lainnya yang langsung berhubungan dengan masyarakat, terutama untuk layanan UKP. Di tengah – tengah masyarakat ada dokter praktek swasta, bidan praktek swasta, Balai Pengobatan dan Klinik swasta serta rumah sakit baik negeri atau swasta yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat layanan rujukan, tapi sering juga memberikan layanan langsung kepada masyarakat sesuai kebutuhan masyarakat (memberi layanan primer). Belum lagi pengobat tradisional yang jumlah dan jenisnyanya makin meningkat serta mendapat legalisasi dari pemerintah.
Untuk menyikapi ini, karena Puskesmas bukan organisasi yang berorientasi pada keuntungan (not for profit), maka Puskesmas harus mampu mengembangkan strategi kompetisi yang sehat, agar layanan puskesmas mampu menjawab kebutuhan masyarakat. Termasuk dalam hal ini puskesmas harus melakukan “social marketing” untuk memasarkan kegiatan-kegiatannya, terutama kegiatan layanan UKM yang biasanya tidak terlalu digarap serius oleh sektor swasta. Pelayanan UKM inilah yang sebenarnya merupakan keunggulan Puskesmas. Dengan jumlah dan jenis tenaga kesehatan yang memadai, seharusnya fungsi ini dapat dikembangkan. Dengan berkembangnya UKM, diharapkan menjadi pendukung  untuk pemasaran kegiatan UKP yang masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Beberapa kegiatan layanan dalam gedung Puskesmas juga memiliki keunggulan. Contohnya adalah kegiatan imunisasi dasar pada bayi. Dibandingkan layanan oleh swasta, Puskesmas memiliki rantai dingin (cold chain) untuk penyimpanan  vaksin yang standar yang tidak dimiliki oleh sebagian besar sektor swasta, pemakaian yang sering dan jumlah banyak memungkinkan vaksin di Puskesmas selalu baru. Biayanya juga lebih murah karena merupakan program pemerintah, sehingga pengadaan vaksin dan perlengkapannya mendapatkan subsidi. Tanggung jawab Puskesmas adalah mempertahankan standarisasi tersebut termasuk dalam tindakan pemberian vaksinnya. Ini adalah peluang baik yang dimiliki Puskesmas untuk berkompetisi dengan penyedia layanan primer lainnya.
Kurangnya upaya promosi untuk “memasarkan” Puskesmas inilah kemungkinan yang menyebabkan layanan Puskesmas tidak dikenal sehingga tidak diminati.
Disamping dengan sektor swasta, puskesmas juga harus berkompetisi dengan Puskesmas lainnya, terutama di wilayah-wilayah yang saling berbatasan. Untuk ini diharapkan akan ada upaya di tiap Puskesmas untuk meningkatkan mutu layanannya dan setiap Puskesmas diharapkan dapat mengembangkan kegiatan lokal spesifik sebagai ciri khas masing-masing Puskesmas untuk meningkatkan daya saing. 

REVITALISASI PUSKESMAS (8)


STRATEGI PENGEMBANGAN PUSKESMAS
Strategi pengembangan Puskesmas yang dilaksanakan, dimaksudkan untuk memberikan wadah bagi Puskesmas untuk mengembangkan diri sesuai potensi masing-masing, yang tujuannya adalah peningkatan mutu layanan secara komprehensif (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip strategi pengembangan Puskesmas.
Prinsip-prinsip strategi pengembangan Puskesmas tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar kebijakan pengelolaan Puskesmas dan menjadi salah satu agenda prioritas kegiatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara. Adapun pelaksanaan prinsi-prinsip strategi itu tetap berdasar pada tujuan keberadaan Puskesmas di tengah – tengah masyarakat sebagai ujung tombak pembangunan pilar pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat.
Prinsip-prinsip strategi pengembangan Puskesmas yang harus diperhatikan diantaranya adalah :
1.    Mengembangakan dan Mengelola Puskesmas Sebagai Pusat Pelaksana Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) Strata Pertama (Primer)
Sesuai fungsinya, Puskesmas merupakan lembaga yang bertanggungjawab menyelenggarakan layanan kesehatan strata (tingkat)  pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Layanan kesehatan tersebut meliputi Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) sekaligus. 
Dalam UKP, tujuan utamanya adalah menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan. Layanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan rawat inap. Di UKP lebih ditekankan pada upaya medis teknis.
Sementara untuk UKM, tujuan kegiatan yang utama adalah memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit. Layanan ini bersifat publik (public goods). Yang termasuk dalam layanan ini antara lain promosi kesehatan, pencegahan dan pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat dan berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.
Dua tujuan layanan ini apabila tidak dikelola dengan baik, akan timbul permasalahan di belakang hari. Kenyataan di lapangan membuktikan, bahwa semakin maju layanan UKP di dalam gedung Puskesmas, maka layanan UKM banyak yang terbengkalai. Dari permasalahan ini, sering muncul konsep untuk memisahkan antara dua jenis layanan tersebut dalam dua institusi yang berbeda. Contoh untuk pemisahan ini adalah Kabupaten Rembang, dimana untuk pelayanan UKP dan UKM benar-benar terpisah dalam dua lembaga yang berbeda. Ada kelebihan dan kekurangan metode ini. kelemahan yang pasti adalah terbentuknya lembaga baru yang tentunya akan memperbesar pembiayaan untuk penyediaan sumber dayanya.
Untuk kabupaten Banjarnegara, konsep pemisahan mutlak seperti ini mungkin belum mendesak, bahkan mungkin tidak perlu. Ini mengingat sumber daya yang dimiliki oleh Kabupaten sangat terbatas. Konsep yang mungkin lebih cocok dikembangkan adalah pemisahan pengelolaan UKP dan UKM, tetapi masih dalam satu institusi. Hanya pemisahan secara manajemen. Pemisahan ini lebih ditekankan pada reformasi organisasi atau restrukturisasi Puskesmas.  Ini penting sekaligus untuk redefinisi tentang Puskesmas dan tujuan yang hendak dicapainya. Konsep Puskesmas Terpadu mungkin perlu dipertimbangkan.