Sembilu tajam bertubi-tubi menyayat hati yang rapuh dengan tanpa perasaan
Ketika akalku tak juga mampu memahami kepedihan yang kau tawarkan
Bersama derasnya hujan gelapnya malam dalam gigil yang sangat dingin
Aku gemetar menahan segala perih dalam hati memaknai luka yang kau tikamkan
Haruskah kukatakan tentang lukaku yang telah kau lihat merah darahnya
Haruskah kuterjemahkan perihnya yang telah kau lihat dalam sayatannya
Kau tambahkan dengan caramu memaknai rasa yang selalu kau katakan
Semua bagai palu yang kian menghancurkan hatiku yang telah remuk redam
Cukuplah bagiku sekali saja kau katakan rasa cintamu kepadaku
Ribuan kata tak akan pernah mampu menggambarkan apa nyata dalam hatimu
Biarlah rasaku yang akan memaknai segala rasamu terhadapku dari tindakmu
Tindakmu adalah nyata dalam kau mengartikan segala rasamu kepadaku
Air mata selalu ada di ujung malam-malam saat perlahan beranjak menuju pagi
Berusaha membasuh darah merah segar yang mengalir tak juga mengering
Angin yang diam terengah mengabarkan rasaku terbang ke langit hitam
Mencoba mengaburkan perihku dalam samar yang coba kuyakini hingga kini
Sinar jingga mentari memperlihatkan sembilu yang menancap di ruang hatiku
Ruang di mana kita menelanjangkan segala tentang rasaku dan rasamu
Ruang tanpa batas penglihatan dan waktu dimana kita biasa bercumbu rayu
Kini hanya ada luka di atas rasaku yang penuh darah kesedihan karenamu
Magelang, Jum’at, 24 Desember 2010
No comments:
Post a Comment