PENGELOLA OBAT PUSKESMAS KELEBIHAN BEBAN?
Dari 35 Puskesmas di Kabupaten Banjarnegara,
baru 17 Puskesmas yang pengelolaannya dilaksanakan oleh Tenaga teknis
kefarmasian dan dua diantaranya ditambah hal tenaga apoteker. 18 Puskesmas
lainnya dikerjakan oleh tenaga non teknis kefarmasian (paramedis, JMD, tenaga
administrasi). Hal ini yang dirasakan merupakan salah satu penyebab masalah
tidak tertibnya pengelolaan obat di Puskesmas, terutama masalah administrasi.
Pengelola obat menyatakan bahwa beban kerja
mereka terlalu besar sehingga sering tidak mampu menyelesaikan administrasi
tepat pada waktunya. Benarkah para pengelola obat Puskesmas kelebihan beban
pekerjaan tupoksi kefamasian?
Gb 1. Tempat Pelayanan Obat di salah satu Puskesmas |
Berdasarkan pengamatan penulis pada bulan April 2012 di
7 (tujuh) Puskesmas, dapat dikatakan bahwa pengelola kefarmasian di Puskesmas
belumlah kelebihan beban. Hal ini berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk
pelayanan kefarmasian langsung ke pasien dan pencatatan register harian.
Adapun perhitungannnya adalah sebagai berikut :
sampel diambil secara acak di tujuh Puskesmas, masing – masing antara 3 – 15
resep (74 resep). Waktu rata – rata yang diperlukan sejak petugas obat menerima
resep sampai pasien menerima obat yang sudah diracik adalah 4,24 menit.
Sementara waktu yang diperlukan oleh petugas kefarmasian untuk memasukkan satu
resep dalam register harian (dari 74 resep yang sama), rata – rata membutuhkan
waktu 0,19 menit. Sehingga jumlah total yang dibutuhkan sebuah resep untuk
dilayani sampai masuk register harian rata – rata 4, 43 menit. Perhitungan
tersebut sudah termasuk resep yang harus diracik (berupa puyer) sebanyak 14
resep (18,9%).
Dengan kunjungan rawat jalan Puskesmas rata –
rata dua tahun (2010 dan 2011) sebanyak 747.511 kunjungan per tahun, maka rata
– rata kunjungan rawat jalan Puskesmas per hari adalah 71,2 tiap Puskesmas.
Dengan demikian, setiap harinya diperlukan sekitar 315,4 menit atau 5,3 jam
atau 31, 8 jam tiap minggunya untuk pelayanan kefarmasian langsung. Dengan jam
kerja 37,5 jam per minggu, mereka masih memiliki sisa 5,7 jam tiap minggu atau
22,8 – 28,5 jam setiap bulan untuk mengerjakan laporan bulanan, memperbaiki
kartu stok dan membuat Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat serta
mengatur pengelolaan obat untuk rawat inap dan Bidan di Desa.
Beberapa fakta yang bisa diungkapkan dalam
pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas adalah sebagai berikut :
1.
Dalam pelayanan obat di ruang obat, petugas
pengelola obat jarang bekerja sendirian untuk melakukan pengemasan obat. Mereka
banyak dibantu oleh petugas lain. Dengan kata lain, petugas pengelola obat
lebih banyak bertanggungjawab mengerjakan pekerjaan administrasinya saja.
2.
Pengelola obat sering menunda pencatatan dalam
register harian, sehingga makin hari akan menumpuk, akhirnya setiap harus
melakukan stok opname, register harian tidak terselesaikan dan langsung
mengerjakan LPLPO. Ini menyebabkan antara LPLPO dan stok kenyataan selalu ada
perbedaan.
3.
Kurangnya
perhatian Kepala Puskesmas untuk melakukan pendampingan dan evaluasi hasil
kerja dari petugas pengelola obat agar mereka melaksanakan tugas sesuai
prosedur yang telah ditetapkan.
4.
Masih
ada beberapa pengelola obat yang bukan tenaga teknis kefarmasian. Mereka adalah
tenaga fungsional lain yang diberi tugas mengelola obat.
5.
Untuk
Puskesmas yang kunjungannya di atas rata – rata, sudah ada yang memiliki dua
petugas obat dan bagi yang baru memiliki satu petugas, banyak Kepala Puskesmas
mengambil inisiatif untuk menugaskan secara lesan petugas lain untuk membantu.
Gb 2. Salah Satu Gudang Obat di Puskesmas |
Dari
beberapa hal di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa sebenarnya pengelola obat
puskesmas tidak kelebihan beban dalam melakukan pengelolaan obat di Puskesmas.
Pekerjaan mereka masih dalam batas wajar sesuai jam kerja mereka sebagai
pegawai. Beberapa ketidakberesan yang timbul lebih disebabkan karena motivasi
kerja tiap petugas.
Untuk
mengatasi beberapa kendala yang muncul, kami merekomendasikan beberapa hal
sebagai berikut :
1.
Untuk
Puskesmas yang belum memiliki tenaga teknis kefarmasian, agar tenaga yang diberi
tugas sebagai pengelola obat, bila jumlah kunjungan perhari sama atau di atas
rata – rata, diupayakan agar petugas tersebut tidak merangkap dengan tugas
lainnya. Bagi yang di bawah rata – rata, bisa menyesuaikan.
2.
Apabila
memang tidak ada tenaga lain yang bisa diperbantukan, maka dapat diadakan
lembur bila pengerjaan tugas tersebut memang melebihi jam kerja normatif
(dengan disertai data pendukung yang menunjukkan kelebihan beban tersebut).
Perhitungan
di atas tentulah merupakan perhitungan yang masih sangat kasar dan belum
memenuhi kaidah penelitian yang baik. Sehingga, apa yang dituliskan masih perlu
dikaji lebih mendalam untuk melihat keadaan yang sebenarnya, dengan sampel yang
lebih banyak dan variabel yang jelas. Tapi setidaknya hal di atas bisa
memberikan gambaran awal, bahwa sesungguhnya, pengelola obat di Puskesmas
tidaklah kelebihan beban seperti yang dikatakan sebelumnya. Insya Allah.
No comments:
Post a Comment