Wednesday, April 20, 2011

IMO : BATTRA, ANTARA DIBUTUHKAN DAN DICURIGAI


    Pagi baru saja tiba. Matahari belum sempurna memancarkan cahayanya. Kabut tipis masih menyelimuti sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Jam menunjukkan pukul setengah enam pagi. Tapi di pagi yang masih sangat dingin itu, tampak antrian manusia sudah mengular di halaman sebuah kompleks ruko yang toko-tokonya belum ada yang buka. Antrian itu berpangkal pada sebuah ruko yang masih tertutup rapat, dengan spanduk besar terpampang di papan nama toko yang menyatakan bahwa di ruko itu ada pelaksanaan pengobatan gratis. Pengobatan yang menggunakan “metode tertentu” dan mampu menyembuhkan segala macam penyakit, begitu bunyi iklannya. Salah satu cara pengobatan alternatif yang ditawarkan kepada masyarakat.
      Tanpa sadar aku sudah berada di antara barisan dan terlibat pembicaraan dengan beberapa orang yang antri di sana.
      “Saya sudah ketiga kalinya ke sini. Saya sakit darah tinggi. Setelah mengikuti pengobatan di sini, darah tinggi saya bisa turun,” kata seorang bapak berusia limapuluhan sambil merapatkan jaketnya.
     “Saya ikut antri karena gratis. Mumpung ada pengobatan gratis. Barangkali rematik saya bisa sembuh. Berobat sekarang mahal,” terang seorang ibu yang mungkin usianya mendekati enampuluh yang didampingi seorang anak perempuan berusia belasan. Mungkin cucunya.
        “Saya sakit maag. Sudah berobat kemana-mana tidak sembuh-sembuh juga. Barangkali di sini bisa sembuh, “ harap pengantri lainnya, ibu-ibu berusia menjelang empatpuluh tahun.
       “Kata dokter, alergi saya tidak mungkin disembuhkan. Tapi teman saya berobat ke sini alerginya sembuh,” kata seorang gadis remaja yang ikut dalam antrian.
      “Di sini katanya bisa menyembuhkan asma. Makanya saya kesini,” terang seorang bapak yang terlihat payah bernafas.
         Apapun alasan mereka ikut bersusah-payah antri di pagi yang menggigit ini, apakah menunjukkan bahwa mereka sudah tidak percaya terhadap ilmu pengobatan modern dan beralih ke pengobatan alternatif. Kalau alasan mereka datang semata-mata karena gratis, alasan ekonomi, mungkin tak seluruhnya benar. Beberapa yang datang tampak diantar dengan menggunakan mobil keluaran terbaru. Hanya satu yang sama dari mereka adalah tujuannya, ingin sembuh dari sakitnya.
         Pengobat tradisional (Battra) adalah sebutan untuk metode pengobatan alternatif yang sekarang ini banyak bermunculan di masyarakat. Berbagai metode digunakan, dari yang masuk akal sampai yang sulit untuk bisa dipercaya. Bahkan beberapa metode termasuk riskan dan berbahaya. Salah satu contohnya adalah air putih yang dimantra-mantra dan diludahi, sangat riskan terhadap penularan penyakit. Ada yang benar-benar merupakan pengobat tradisional yang berpraktek berdasarkan ilmu atau ketrampilan tertentu dan bersertifikat, tapi tak sedikit yang hanya merupakan penipuan saja. Mereka memanfaatkan sugesti masyarakat untuk melakukan kegiatannya. Tapi apapun itu, pada kenyataannya, banyak yang menggunakan jasa mereka.
     Dalam hal ini pemerintah yang bertanggungjawab terhadap pelayanan kesehatan masyarakat berusaha mengatur hal ini. Salah satunya adalah dengan mengeluarkan Kepmenkes No. 1076 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional dalam peraturan ini telah disebutkan definisi dan aturan penyelenggaraan battra. Tapi aturan ini masih sangat longgar. Dengan aturan ini, siapapun bisa menyelenggarakan  praktek pengobatan alternatif dan hanya dengan sertifikat terdaftar saja. 
         Lalu siapa yang bertanggungjawab apabila terjadi sesuatu dalam penyelenggaraan praktek mereka? Dalam aturannya, untuk mendapatkan sertifikat terdaftar, penyelenggara battra ini harus mendapatkan rekomendasi dari institusi sesuai jenis battranya. Yang berdasarkan ramuan dan ketrampilan dari Dinas Kesehatan, batrra spiritual dari Kejaksaan dan batrra keagamaan dari Departemen Agama. Ketiga institusi ini yang seharusnya secara bersama-sama melakukan pengawasan langsung terhadap penyelenggarann battra. Tapi pada kenyataannya, sering beban itu hanya dilemparkan ke Dinas Kesehatan. Institusi yang berkewajiban mengeluarkan rekomendasi, seringkali mangkir dan tidak mau memberikan rekomendasinya sebelum sertifikat terdaftar dikeluarkan dari Dinas Kesehatan. Padahal, seharusnya rekomendasi itu adalah salah satu syarat dikeluarkannya sertifikat terdaftar. Ada kesan melempar tanggungjawab di sini. Dan ini terbukti ketika ada kasus kematian di salah satu tempat pengobatan alternatif ini. Dinas Kesehatanlah yang menjadi tumpuan kesalahan.  Adanya penghindaran ini, bisa jadi karena mereka sendiri, para pemberi rekomendasi itu, merasa gamang dan ragu-ragu terhadap keamanan metode yang digunakan oleh para battra ini. Dan memang ada kesan, para batrra ini “menyembunyikan” metode pengobatan mereka yang sebenarnya. Ini menjadikan adanya saling mencurigai antara berbagai institusi yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan battra ini dengan penyelenggara battra itu sendiri. Tapi apabila dilarang,  mereka akan tetap berpraktek diam-diam, karena masih ada  masyarakat yang datang meminta bantuan jasa mereka. Bisa juga karena yang sering dalam satu battra, mereka menggunakan metode campuran. Dan karena tujuannya adalah pengobatan, maka semua diserahkan hanya kepada Dinas Kesehatan. Dilematis.
     Ke depan harus ada aturan yang jelas dan tegas terhadap penyelenggaraan battra ini. Karena kenyataannya, faktor ekonomis bukan lagi alasan. Banyak battra yang menarik tarif sangat memberatkan kepada masyarakat. Sementara metode pengobatan mereka masih dipertanyakan kebenarannya. Masih ada kecurigaan terhadap penyelenggaraan batrra ini. Karenanya, para battra harus lebih jujur dan terbuka terhadap metode pengobatan mereka, agar dalam pengawasan dan pembinaannya menjadi lebih mudah.
          Dan ini adalah pekerjaan rumah bersama.



No comments:

Post a Comment