Sunday, November 13, 2011

PENELITIAN KUALITATIF (1)


A.    PARADIGMA KUALITATIF

Penelitian kualitatif sering disebut sebagai alternatif metodologi penelitian yang selama ini didominasi oleh positivisme-kuantitatif. Paradigma kualitatif masih saja disebut tidak valid dan para periset kualitatif lebih sering disebut sebagai wartawan daripada ilmuwan. Bahkan sering temuan dan kesimpulan studi kualitatif lebih disebut kritik daripada teori (Denzin & Lincoln, 1994). Hal ini tentunya sangat menggelisahkan peminat studi kualitatif, dan menjadi pertanyaan besar bagi mereka adalah “Bagaimana dapat menggambarkan makna yang valid dari data kualitatif?” (Miles dan Huberman, 1992).
Dalam perkembangannya, penelitian kualitatif sering disebut dengan berbagi istilah, misalnya “penelitian lapangan” (field research) yang berkembang dalam kajian sosiologi dan antropologi. Dalam psikologi dan pendidikan lazim digunakan istilah penelitian naturalistik. Selain itu ada yang menyebut dengan etnografi, studi kasus, interpretif, fenomenologi, dan lain – lain. Definisinya sangat lentur, baik oleh Denzin & Lincoln yang meyebutkan bahwa penelitian kualitatif sebagai kajian yang “ multimethod in focus, involving and interpretive, naturalistic approach to its subject matter”.
Secara mudah, penelitian kualitatif adalah penelitian yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
1.      Data penelitian diperoleh secara langsung dari lapangan dan bukan dari laboratorium atau penelitian yang terkontrol.
2.      Penggalian data dilakukan secara alamiah, melakukan kunjungan pada situasi alamiah.
3.      Adanya pengembangan dialogis sebagai situasi ilmiah.  
Karakteristik di atas masih akan menimbulkan berbagai pengertian dan interpretasi yang berbeda – beda. Menjembatani berbagai perbedaan tersebut maka pendekatan kualitatif didasarkan pada perspektif interpretif dan kritis. Dari dua perspektif tersebut, dapat dikemukakan beberapa ciri dari penelitian kualitatif, sebagai berikut :
1.    Studi dalam situasi alamiah (naturalistic inquiry).
2.    Analisis deduktif.
3.    Kontak personal langsung dengan periset di lapangan.
4.    Perspektif holistik.
5.    Perspektif dinamis.
6.    Orientasi pada kasus unik.
7.    Netralitas empatik.
8.    Fleksibilitas design.
9.    Periset sebagai instrumen kunci.
Mengenai studi kasus, Robert E. Stake, membedakannya dalam tiga jenis, yaitu :
1.    Studi kasus intrinsik, yakni studi yang dilakukan karena suatu kasus yang menarik dan periset berupaya memahaminya secara lebih mendalam.
2.    Studi kasus instrumental, yakni studi kasus yang dilakukan untuk memperoleh pemahaman tentang suatu masalah atau pembaruan suatu teori.
3.    Studi kasus kolektif atau studi kasus instrumental yang diperluas, yakni  studi atas sejumlah kasus yang dilakukan secara simultan guna memperoleh pemahaman yang lebih baik atas masalah tertentu. 

B.             PENGAMBILAN SAMPEL

Dalam penelitian kualitatif, istilah sampel tidak lazim digunakan. Istilah yang digunakan adalah kasus atau informan. Untuk selanjutnya, untuk memudahkan pemahaman, akan digunakan istilah “subjek”. Karena karakter penelitian kualitatif yang “investigatif”, maka kualitas subjek penelitian lebih diutamakan daripada jumlah/kuantitasnya.
Secara umum, prosedur pengambilan subjek dalam studi kualitatif memiliki karakter sebagai berikut :
1.        Diarahkan pada kekhususan kasus (spesifik) sesuai dengan masalah penelitian.
2.        Tidak ditentukan secara kaku di awal penelitian, tapi bisa berubah sesuai pemahaman dan kebutuhan yang berkembang selama proses studi.
3.        Tidak diarahkan pada keterwakilan/representasi, melainkan pada kecocokan pada konteks (siapa dengan jenis informasi apa).
Pada pakteknya, sering terdapat beberapa variasi model purposif dan tidak digunakan secara tunggal.

C.             PENGUMPULAN DATA

Tehnik pengumpulan data yang lazim digunakan dalam studi kualitatif adalah observasi dan wawancara. Lebih spesifik lagi masing – masing tehnik yang lazim dilakukan itu disebut sebagai observasi melibat (participant observation) dan wawancara mendalam (in-depth interview).

1. OBSERVASI
Ada dua prinsip pokok dalam observasi, yaitu :
1.      Observer kualitatif tidak boleh “mencampuri” urusan subjek penelitian.
2.      Observer kualitatif harus menjaga sisi alamiah dari subjek penelitian.
Observasi dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu :
1.    Pemilihan setting.
2.    Memperoleh “ijin masuk” dalam setting.
3.    Pelatihan pengumpul data (bila dilakukan dalam tim).
4.    Mulai mengumpulkan data.
Dalam observasi melibat, perlu diperhatikan beberapa hal, yakni :
1.    Tingkat keterlibatan periset.
2.    Fokus yang diamati.
3.    Sikap periset.
4.    Lama pengamatan.
Dalam mengurangi bias interpretasi periset seputar hasil observasi, dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya :
1.    Memperpanjang tempo pengamatan.
2.    Menggunakan observer jamak.
3.    Pemaparan laporan temuan studi dengan menggunakan verisimilitude, yaitu gaya tulisan yang mendekatkan pembaca kepada subjek yang ditulis. Untuk menghindari bias interpretasi periset, laporan ditulis dengan gaya deskriptif dan bukan interpretatif.

2.      WAWANCARA
Ada dua jenis wawancara, yaitu :
1.    Wawancara terstruktur, bahan wawancara disipkan secara ketat.
2.    Wawancara tak terstruktur, menghindari ketatnya struktur bahan.
Dikenal pula model wawancara kelompok (group interview) yang melahirkan model pengambilan data dengan tehnik focus group discussion. Ini merupakan perangkat wawancara yang dilakukan secara simultan terhadap sejumlah individu.
Wawancara berlangsung dari alur umum ke alur khusus. Periset dapat melakukan loncatan materi wawancara kepada responden yang secara natural memiliki informasi lebih banyak dan menjadi informan yang lebih penting.
Dari sisi struktur, wawancara dibedakan dalam empat model, yaitu :
1.      Wawancara alamiah-informal, yakni pertanyaan dikembangkan secara spontan selama terjadinya percakapan antara periset dan subjek.
2.      Wawancara dengan pedoman umum, yakni periset hanya menggunakan pedoman wawancara (interview guide) yang telah disiapkan sesuai materi penelitian.
3.      Wawancara dengan pedoman terstandar terbuka, yakni digunakan bila wawancara melibatkan banyak pengumpul data, untuk membatasi variasi temuan yang mungkin muncul.
4.      Wawancara tidak langsung, yakni seperti nomer 3, yang karena suatu hal, tidak dapat dilakukan sendiri oleh periset.
Keempat model wawancara tersebut dapat dilakukan secara sendiri – sendiri maupun bersamaan dalam satu studi. Pokok – pokok wawancara biasanya berkenaan dengan tiga tema sentral, yaitu tingkah laku, sistem nilai dan perasaan subjek penelitian.  Pertanyaan sebaiknya berbentuk terbuka, netral, tidak mengarahkan. Istilah teknis sebaiknya dihindarkan.

Sumber :
1.    Agus Salim. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Buku Sumber Untuk Penelitian Kualitatif. Edisi kedua. Tiara Wacana. Yogyakarta. 2006.
2.    Norman K. Denzin, Yvonna S. Lincoln. Handbook of Qualitative Research. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2009

No comments:

Post a Comment