Sunday, October 2, 2011

PEMAHAMAN MASYARAKAT TENTANG KEAMANAN PRODUK PANGAN

Mencermati pelaksanaan ekspo yang dilaksanakan tanggal 27 September sampai 1 Oktober 2011 yang lalu ada yang menarik untuk dikemukakan dari salah satu stand yang dibuka oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara. Dari stand berukuran 3 x 3,6 m2 itu memang tidak banyak yang bisa ditampilkan. Stand ini hanya berisi informasi tentang keamnan produk pangan (makanan dan minuman), diantaranya adalah informasi tentang prosedur pengurusan sertifikat Produk Industri Rumah Tangga (PIRT), zat tambahan yang sering terdapat dalam makanan dan pengolahan pangan baik yang benar maupun salah. Ditampilkan juga informasi tentang kemasan pangan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan. Untuk menambah padatnya informasi, ditambahkan juga tentang penyehatan air yang menampilkan contoh alat penjernih air sederhana,
Stand yang memang tidak “menjual produk” dalam pengertian umum ini memang jadi kurang diminati oleh pengunjung jarena hanya berisi informasi. Hal ini terlihat dari pengunjung stand yang sebagian besar adalah anak sekolah karena tertarik dengan quis berhadiah harian yang disediakan oleh stan ini. Untuk bisa ikut undian, pengunjung harus mengisi kuesioner yang disediakan dan untuk jawaban yang benar, akan disertakan untuk mengikuti undian untuk mendapatkan sepuluh sovenir setiap harinya.
Dari rata – rata 35 kuesioner yang diisi oleh pengunjung, jawaban benar hanya belasan saja. Padahal semua jawaban kuesioner ada di papan – papan informasi yang disediakan baik dalam bentuk poster, banner, leaflet, contoh – contoh produk, bahan dan lain – lain yang ada di stand. Untuk yang menjawab benarpun, biasanya sambil membaca informasi – informasi yang dipampangkan di sini.
Walaupun hal diatas tidak bisa dijadikan patokan untuk menilai akan pemahaman masyarakat tentang keamanan produk pangan secara umum, tapi cukup membuat kita berpikir, benarkah masyarakat tidak paham tentang kemanan produk pangan?
“Tahu sih, ada pengawet, pewarna berbahaya pada makanan, tapi bagaimana bentuknya kita tidak tahu, minimal ciri – cirinyalah…,” kata beberapa pengunjung hampir senada.
Dalam hal ini, sosialisasi yang dilakukan pemerintah melalui berbagai media sudah cukup diketahui masyarakat. Hanya masyarakat ingin melihat dan memegang secara langsung hasil olahan pangan yang mengandung bahan berbahaya itu. Untuk hal tersebut, contoh yang diberikan cukup membantu walaupun dianggap kurang banyak, terutama karena hanya bisa dilihat.
 “Sebenarnya kita tahu bahwa bahan itu dilarang….,” kata beberapa  produsen makanan, “….tapi kalau kami harus menggunakan bahan yang dipersyaratkan, kami tidak punya modal. Padahal inilah satu – satunya sumber pendapatan kami,” lanjutnya mengomentari juga tentang bahan tambahan makanan yang dipersyaratkan.
Dalam hal ini, pemerintah tidak punya kewenangan untuk melarang masyarakat membuat dan menjual produk pangan. Kewenangan Pemerintah adalah mengawasi dan melakukan pembinaan terhadap produsen produk pangan ini melalui sertifikat P-IRT.  Melalui sertifikat ini bisa dipersyaratkan hal – hal yang harus dipenuhi oleh produsen untuk keamanan produknya, seperti kesehatan air, pemeriksaan laboratorium sampel produk bebas bahan berbahaya, prosedur pengolahan yang benar, syarat kesehatan penjamahnya dan sebagainya.  Walaupun berbagai peraturan perundangan sudah dibuat, tapi pelaksanaannya di lapangan masih sangat minim. Karena kewenangan pengawasan produk pangan sekarang ada di Pemerintah Kabupaten/Kota, maka perlu adaya tindak lanjut untuk dibuatkan peraturan daerah yang mengatur masalah ini.
Itu baru bahan tambahan makanan. Masalah lain dalam produk pangan ini adalah pengemasan. Dalam survei lokasi yang dilakukan oleh tim dari Dinas Kesehatan dalam rangka menindaklanjuti permohonan sertifikat P-IRT, pengemasan produk pangan masih menjadi persoalan. Masih ditemui penggunaan kertas koran bekas atau kertas dari buku – buku bekas digunakan untuk mengemas makanan. Di samping kotor, bahan bekas ini kemungkinan juga mengandung bahan berbahaya dari tinta yang bisa meracuni tubuh. Harusnya digunakan kertas khusus yang memang dibuat untuk membungkus makanan (misal, kertas minyak, kertas kue).
Di samping kertas, ada lagi produk plastik yang berbahaya untuk digunakan. Sebenarnya untuk produk plastik, ada kode segitiga yang menunjukkan keamanan bahan tersebut bila digunakan untuk membungkus makanan. Segitiga ini bernomor satu sampai tujuh. Tiap nomor menunjukkan kandungan yang ada pada plastik tersebut. Produk plastik yang aman untuk makanan adalah segitiga dengan nomor empat dan lima. Tapi ternyata, kode segitiga ini belum tersosialisasi ke masyarakat dengan baik.
“Saya baru tahu kalau tiap produk plastik tidak semuanya aman untuk makanan dan ini ditunjukkan dengan kode segitiga? Apa itu kode segitiga?” tanya seorang pengunjung yang dari pakaiannya, batik resmi dengan name tag di dada, menunjukkan bahwa dia seorang pegawai pemerintah yang tentunya lebih punya akses untuk keterbukaan informasi. Bagaimana dengan masyarakat yang akses informasinya terbatas?
Dari ribuan produk pangan yang beredar di masyarakat, tidak semua memiliki sertifikat laik sehat yang ditunjukkan dengan adanya nomor P-IRT. Masih banyak produk pangan yang beredar bahkan tanpa nomor P-IRT dari Dinas Kesehatan. produk seperti ini banyak beredar di pasar – pasar tradisional, warung – warung kecil dan penjual jajanan di sekolah – sekolah. Biasanya produsen baru mengurus sertifikat ini bila akan menitipkan produknya ke toko – toko yang lebih besar.
“Tahulah ada bahan pewarna atau pengawet berbahaya, tapi tidak masalah, yang penting harganya murah dan kita bisa membeli. Mau beli yang lain, mahal. Sakit kan bukan kita yang buat….,” kata beberapa pengunjung yang mengisyaratkan bagaimana mereka menggampangkan persoalan ini.
Tak bisa dipungkiri, bahwa sebagaian masyarakat kita membeli produk pangan tertentu karena harganya yang murah. Mereka tidak peduli dengan kandungan yang ada pada produk pangan tersebut. Hal ini memang sangat disayangkan. Ini mungkin sangat berhubungan dengandaya beli. Dan bila sudah menyangkut daya beli, maka urusannya menjadi panjang dan kompleks. Tidak cukup hanya diatasi dengan gembar – gembor dari Dinas Kesehatan tentang keamanan produk pangan, tapi keterlibatan stake holder yang lain dalam upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Akhirnya, semua kembali ke masyarakat. Bagaimana masyarakat bisa secara cerdas menyikapi tentang konsumsi produk pangan ini. Karena sanksi pada produsen yang bandel tidak dilaksanakan secara ketat, masyarakat hendaknya bisa membantu dengan hanya memilih produk pangan yang laik sehat. Dengan begitu, produsen pangan yang menambahkan bahan berbahaya pada produknya lambat laun akan hilang dengan sendirinya karena produk yang dihasilkan tidak dipilih oleh konsumen (masyarakat). 
Dari seluruh jajaran Dinas Kesehatan sendiri agar tidak berhenti  menginformasikan tentang keamanan produk pangan ini dan tentunya harus didukung oleh seluruh lintas sektor terkait, khususnya pengambil keputusan tertinggi di daerah.


Banjarnegara, 3 Oktober 2011
Pengamatan sekilas yang masih perlu didalami lebih jauh.

No comments:

Post a Comment