Saturday, October 22, 2011

KENDALA – KENDALA DALAM PENYERAPAN BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK) TA 2011 DI KABUPATEN BANJARNEGARA

Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) adalah dana dari pemerintah pusat yang diperuntukkan bagi Puskesmas dalam melaksanakan kegiatannya. BOK ini dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja Puskesmas terutama dalam meningkatkan layanan promotif dan preventif dengan berprinsip pada azas efektivitas, efisiensi, keterpaduan dan kewilayahan. Jadi jelas, bahwa BOK ditujukan untuk meningkatkan kinerja Puskesmas dalam pemantauan wilayah setempat. Pertama BOK diluncurkan tahun 2010 dengan jumlah anggaran 18 (delapanbelas juta rupiah) tiap Puskesmas.
Kenyataannya bahwa pelaksanaannya di lapangan tidak semulus yang direncanakan. Hambatan masih saja bermunculan dan ini berimbas pada penyerapan dan BOK itu sendiri untuk dimanfaatkan dalam mendukung kegiatan Puskesmas. Berbagai kendala itu (khususnya di Kabupaten Banjarnegara) diantaranya adalah sebagai berikut :
1.         DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) turun pada pertengahan Maret 2011 dan dari Kemenkes BOK tidak boleh digunakan untuk penggantian kegiatan pada bulan Januari dan Pebruari, sehingga seluruh Puskesmas tidak dapat mengajukan klaim kegiatan yang berjalan pada dua bulan tersebut.
2.         Ketidakjelasan Petunjuk Tehnis BOK yang dikeluarkan oleh Kemenkes dan perbedaan persepsi dalam memahami Petunjuk Tehnis tersebut, terutama pada menu pemanfaatan antara Kemenkes, Dinkes Provinsi dan Dinkes Kabupaten/Kota menyebabkan Kabupaten/Kota ragu – ragu untuk melaksanakan kegiatan bersumber dan BOK. Hal tersebut menyebabkan awal dimulainya kegiatan BOK mundur dari jadual yang sudah direncanakan. Hal ini juga menyebabkan perubahan DIPA tidak dapat sekali jadi dan memakan waktu lebih lama. Dalam petunjuk tehnis, disebutkan bahwa penggunaan dana BOK sangat luas, kenyataannya dalam Rapat-rapat Koordinasi Teknis, tidaklah demikian. Banyak pembatasan yang ditetapkan baik oleh Kemenkes maupun oleh Dinkes Provinsi.
3.         RKA-KL pada DIPA awal untuk kegiatan Satuan Kerja tidak dapat dilaksanakan/tidak operasional, sehingga harus dilakukan revisi berkali – kali sehingga memperlambat kegiatan perencanaan, sosialisasi dan koordinasi dengan lintas program terkait serta Puskesmas sebagai pelaksana kegiatan. Sebagai catatan, revisi DIPA turun pada tanggal 12 Mei 2011. Setelah revisi baru dilakukan kegiatan perencanaan, koordinasi dengan lintas program dan sosialisasi ke Puskesmas dilakukan pada akhir Mei 2011.
4.         Jumlah verifikator di tingkat Kabupaten yang hanya 3 (tiga) orang, sangat kewalahan melakukan verifikasi untuk seluruh kegiatan Puskesmas yang masuk. Verifikator tersebut tersebut dirangkap oleh karyawan dinas yang memiliki tupoksi di luar tugas tambahan sebagai verifikator BOK. Untuk itu ke depan agar alikasi untuk verifikator bisa ditambah dan bisa menggunakan petugas di luar karyawan Dinas Kesehatan.
5.         Mekanisme pengajuan GU dari KPPN Banjarnegara mengharuskan ada rincian SPTB dari seluruh Puskesmas yang mengajukan. Kegiatan merekap SPTB dari masing – masing Puskesmas itu (35 Puskesmas) membutuhkan waktu lama dan memberatkan Satuan Kerja. Untuk ini diharapkan agar KPPN tidak lagi mensyaratkan rincian SPTB dari Puskesmas tapi cukup SPTB total kebutuhan dilampiri SPTB dari masing – masing Puskesmas. Sebagai catatan bahwa KPPN Banyumas tidak mensyaratkan rincian SPTB tapi hanya total kebutuhan Puskesmas. Hasil desk untuk konsultasi, sebenarnya hal tersebut bisa dilaksanakan dan tidak melanggar ketentuan yang berlaku.
6.         Sebagian besar pemanfaatan dana adalah berupa tranport ke lapangan untuk kegiatan luar kedung dalam rangka Pemantauan Wilayah Setempat (sesuai dengan tujuan BOK untuk merevitalisasi fungsi Puskesmas) sehingga lampiran SPJ yang dipersyaratkan KPPN sangat banyak yaitu surat tugas, SPPD, bukti transport dan laporan hasil untuk masing – masing petugas yang melaksanakan. Hal ini memberatkan sebagian besar Puskesmas yang tidak memiliki Petugas administrasi khusus. Sebagai catatan, petugas pengelola BOK di Puskesmas hampir seluruhnya adalah petugas fungsional yang diberi tugas tambahan. Untuk mengatasinya, diharapkan KPPN dapat menerima lampiran SPJ berupa Surat Tugas berstempel dan tanda tangan tempat yang dituju untuk 1 (satu) Tim bila dilaksanakan oleh Tim dan bukan perorangan.  Adapun laporan hasil tetap distempel dan ditandatangani tempat yang dituju.
Berbagai upaya telah ditempuh untuk mengatasi kendala tersebut. Koordinasi, konsultasi, maupun monitoring evaluasi dilakukan denga intensif. Beberapa kendala teratasi, walaupun tidak seluruhnya.
Dari pengalaman pelaksanaan tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk perbaukan pelaksanaannya di masa mendatang. Beberapa saran tersebut diantaranya adalah :
1.    Agar turunnya DIPA bisa tepat waktu bulan Januari, sehingga pelaksanaan tahun anggaran bisa penuh duabelas bulan kegiatan.
2.    Agar juklak dan juknis diperjelas dan dipertegas lagi. Hal – hal yang boleh dan tidak boleh benar – benar dilaksanakan secara tergas. Bukannya dalam juknis diperbolehkan, tapi pelaksanaannya dibatasi. Ini pernah terjadi pada salah satu rapat koordinasi teknis, hanya untuk memutuskan boleh tidaknya satu kegiatan (membeli senter untuk kegiatan pemantauan jentik), tiga hari tidak ada keputusan. Akhirnya keputusan diserahkan ke masing – masing Kabupaten/Kota dengan kalimat,” Kalau Kabupaten/Kota berani menanggung resiko, ya silakan saja.” Benar – benar bukan sebuah jawaban utuk suatu solusi dan hanya menambah kebingungan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaannya.  Kejelasan ini misalnya, berapa kali dalam sebulan boleh mengadakan pertemuan? Atau berapa prosen anggaran yang boleh digunakan untuk pertemuan – pertemuan, transport ke lapangan, pemberian makanan tambahan, surveylans dan kegiatan lainnya agar disebutkan. Kalimat “dan lain – lain” dalan juknis sebaiknya dihilangkan.di tingkat Kabupaten/Kota sendiri agar dana BOK boleh dimanfaatkan untuk kegiatan peningkatan sumber daya manusia yang berhubungan dengan peningkatan kinerja Puskesmas, misalnya untuk pelatihan tentang pelaksanaan Lokakarya Mini yang benar, pelatihan perencanaan tingkat Puskesmas dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP), pelatihan penyusunan laporan Puskesmas Berbasis Kinerja, dan lain sebagainya.
3.    Agar aturan keuangan dapat diseragamkan di seluruh Kabupaten/Kota dengan data pendukung yang lebih sederhana, mengingat, bendahara BOK Puskesmas sebagian besar orang fungsional yang tidak begitu memahami aturan kebendaharaan.
4.    Besaran transport agar ditentukan dan tidak perlu memberikan terlalu banyak alternatif pilihan yang tidak jelas, sehingga malah semakin membingungkan.
5.    Agar dibuat aturan yang jelas dan tegas dari tingkat Pusat dan provinsi sebagai dasar pelaksanaan untuk melindungi pelaksana di Kabupaten/Kota. Kabupaten/Kota jangan hanya dituntut untuk berhati – hati dalam penggunaan anggaran (yang lebih terdengar sebagai ancaman) tanpa dilindungi dasar hukum kuat. Sebagai contoh, bahwa Dinkes Provinsi pernah menjanjikan menindaklanjuti Juknis dari Kemenkes dalam bentuk aturan yang lebih teknis lagi berupa Peraturan Gubernur atau SK Kepala Dinas Kesehatan Provinsi (disampaikan dalam Rakontek di Gombog). Pada kenyataannya, sampai sekarang hal tersebut tidak terealisasi. Apapun alasan yang dikemukakan, yang tertangkap oleh Kabupaten/Kota adalah bahwa Dinkesprov tidak mau ikut bertanggungjawab dalam pelaksanaan kegiatan dengan dana BOK ini. Cenderung lepas tangan, sehingga Kabupaten/Kota harus menerjemahkan sendiri untuk pelaksanaannya di bawah “ancaman – ancaman” bila BOK tidak dilaksanakan sesuai aturan. Harapannya agar hal semacam ini tidak terjadi lagi. Bagaimanapun, keberhasilan Provinsi ditentukan oleh keberhasilan Kabupaten/Kota.
Selain hal – hal di atas, mungkin masih banyak kendala yang menghambat pemanfaatan dana BOK di daerah. Tapi apapun hambatannya, kenyataannya dana BOK sangat membantu Puskesmas dalam meningkatkan kinerjanya, walaupun untuk menihat hasilnya masih perlu waktu. Bantuan dan dukungan semua pihak sangat diperlukan agar tujuan mulia dana BOK ini dapat tercapai. Dan inti dari keberhasilan pelaksanaan BOK adalah adanya keterlibatan semua pihak, khususnya yang tergabung dalam Tim Pengelola/Sekretariat BOK baik yang di Dinas Kesehatan maupun di Puskesmas. 

No comments:

Post a Comment