Saturday, August 21, 2010

IMO : STRATEGI PENGEMBANGAN PUSKESMAS SEBAGAI UJUNG TOMBAK PENYELENGGARA LAYANAN DASAR TINGKAT PERTAMA DI KABUPATEN BANJARNEGARA



Masalah kesehatan yang utama di Kabupaten Banjarnegara adalah rendahnya derajat kesehatan masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari berbagai indikator cakupan hasil kegiatan yang masih di bawah Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang tercantum dalam Rencana Strategis Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara tahun 2007 – 2009 dan telah ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara Nomor : 188.4/184. Diantara indikator tersebut adalah Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) yang dari tahun 2007 dan 2008 terus mengalami peningkatan.

Disamping itu, masih adanya kasus gizi buruk sepanjang tahun 2008 sebanyak 282 kasus (0,56%), kejadian keracunan makanan di beberapa wilayah Puskesmas sebanyak delapan kejadian dengan korban kesakitan 81 orang (tidak ada korban meninggal) dan Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue, dimana sudah muncul kasus penularan setempat. Hal-hal tersebut masih diperburuk dengan masih adanya penyakit menular seperti malaria, TBC Pru dan HIV/AIDS. Kerugian ekonomi yang dialami masyarakat karena penyakit-penyakit tersebut sangat besar karena penderitanya, yang sebagian besar usia produktif, tidak dapat bekerja maksimal dan kematian para pencari nafkah yang disebabkan oleh penyakit tersebut berakibat pada hilangnya pendapatan masyarakat.

Rendahnya derajat kesehatan masyarakat tersebut, disebabkan oleh : 1) Rendahnya akses terhadap layanan kesehatan dasar (baik akses terhadap pelayanan maupun akses terhadap program); 2) Rendahnya mutu layanan kesehatan dasar (secara komprehensif yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif); 3) Kurangnya pemahaman perilaku hidup sehat (ditunjukkan dengan cakupan PHBS unuk tingkat Paripurna yang baru mencapai 0,45%); 4) Kurangnya layanan kesehatan reproduksi.

Penyebab rendahnya mutu layanan kesehatan diantaranya adalah terbatasnya tenaga kesehatan, kurangnya peralatan kesehatan dan sarana kesehatan. yaang dimaksud dengan terbatasnya jumlah tenaga di sini, disamping karena distribusi yang tidak merata mengenai jenis dan jumlah tenaga di suatu wilayah, juga karena tidak semua tenaga kesehatan memiliki ketrampilan yang sesuai standar minimal yang dipersyaratkan dan komitmen terhadap pekerjaan mereka. Sementara untuk peralatan, obat dan sarana, terutama sarana fisik, sudah cukup memadai.

Menurut data SDKI 2002-2003, masalah utama dalam mendapatkan layanan kesehatan adalah kendala biaya, jarak dan transportasi. Pemanfaatan Rumah Sakit masih didominasi oleh golongan mampu, sedangkan masyarakat miskin cenderung memanfaatkan layanan kesehatan di Puskesmas. Mengingat bahwa pendududk miskin di Kabupaten Banjarnegara masih mencapai lebih dari 40%, maka Puskesmas benar-benar menjadi sarana utama bagi sebagaian besar masyarakat Kabupaten Banjarnegara untuk mendapatkan layanan kesehatan. oleh karena itu, peningkatan mutu layanan kesehatan di Puskesmas menjadi pilihan yang logis untuk dijadikan prioritas kegiatan Dinas Kesehatan. Peningkatan mutu layanan ini termasuk dalam strategi yang lebih luas untuk pengembangan Puskesmas secara keseluruhan.

STRATEGI PENGEMBANGAN PUSKESMAS

Strategi pengembangan Puskesmas yang dilaksanakan, dimaksudkan untuk memberikan wadah bagi Puskesmas untuk mengembangkan diri sesuai potensi masing-masing yang tujuannya adalah peningkatan mutu layanan secara komprehensif (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip strategi pengembangan Puskesmas. Prinsip-prinsip strategi pengembangan Puskesmas tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar kebijakan pengelolaan Puskesmas dan menjadi salah satu agenda prioritas kegiatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara. Prinsip-prinsip strategi pengembangan Puskesmas yang harus diperhatikn diantaranya adalah :

1. Mengembangakan dan Mengelola Puskesmas Sebagai Pelaksana Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya kesehatan Perorangan (UKP)

Sesuai fungsinya, Puskesmas merupakan lembaga yang bertanggungjawab menyelenggarakan layanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Layanan kesehatan tersebut meliputi Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) sekaligus. Dalam UKP, tujuan utamanya adalah menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan. Layanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan rawat inap. Di UKP lebih ditekankan pada upaya medis teknis. Sementara untuk UKM, tujuan kegiatan yang utama adalah memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit. Layanan ini bersifat publik (public goods). Yang termasuk dalam layanan ini antara lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat dan berbagai program kesehatan masyarakat lainnya. Dua tujuan layanan ini apabila tidak dikelola dengan baik, akan timbul permasalahan di belakang hari. Kenyataan di lapangan membuktikan, bahwa semakin maju layanan UKP di dalam gedung Puskesmas, maka layanan UKM banyak yang terbengkalai. Dari permasalahan ini muncul konsep untuk memisahkan antara dua jenis layanan tersebut dalam dua institusi yang berbeda. Contoh untuk pemisahan ini adalah Kabupaten Rembang, dimana untuk pelayanan UKP dan UKM benar-benar terpisah dalam dua lembaga yang berbeda.

Untuk kabupaten Banjarnegara, konsep pemisahan mutlak seperti ini mungkin belum mendesak. Konsep yang lebih cocok dikembangkan adalah pemisahan pengelolaan UKP dan UKM, tetapi masih dalam satu institusi. Pemisahan ini lebih ditekankan pada reformasi organisasi atau restrukturisasi Puskesmas. Konsep Puskesmas Terpadu mungkin perlu kita ingat kembali dan disempurnakan.

2. Mengembangakan dan Mengelola Upaya Pemberdayaan Masyarakat Untuk Kesehatan

Dalam Keputusan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, disebutkan bahwa fungsi Puskesmas adalah sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan pemberian layanan kesehatan strata pertama (primer). Puskesmas memiliki tanggungjawab agar perorangan, terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hdup sehat dengan memperhatikan situasi dan kondisi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat.

3. Mengembangkan dan Mengelola Strategi Kompetisi Dengan Layanan Kesehatan Primer Lainnya

Puskesmas bukanlah satu-satunya pemberi layanan kesehatan primer (strata pertama). Di tengah-tengah masyarakat ada banyak pemberi layanan kesehatan primer lainnya yang langsung berhubungan dengan masyarakat, terutama untuk layanan UKP. Di sana ada dokter praktek swasta, bidan praktek swasta, Balai Pengobatan dan Klinik swasta serta rumah sakit baik negeri atau swasta yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat layanan rujukan, tapi sering juga memberikan layanan langsung kepada masyarakat sesuai kebutuhan masyarakat (memberi layanan primer).

Untuk menyikapi ini, karena Puskesmas bukan organisasi yang berorientasi pada keuntungan (finansial), maka Puskesmas harus mampu mengembangkan strategi kompetisi yang sehat, agar layanan puskesmas mampu menjawab kebutuhan masyarakat. Termasuk dalam hal ini puskesmas harus melakukan “social marketing” untuk memasarkan kegiatan-kegiatannya, terutama kegiatan layanan UKM yang biasanya tidak terlalu digarap serius oleh sektor swasta. Beberapa kegiatan layanan dalam gedung juga memiliki keunggulan. Contohnya adalah kegiatan imunisasi dasar pada bayi. Dibandingkan layanan oleh swasta, Puskesmas memiliki rantai dingin (cold chain) untuk penyimpanan vaksin yang standar yang tidak dimiliki oleh sebagian besar sektor swasta, pemakaian yang sering dan jumlah banyak memungkinkan vaksin di Puskesmas selalu baru. Biayanya juga lebih murah karena merupakan program pemerintah, sehingga pengadaan vaksin dan perlengkapannya mendapatkan subsidi. Tanggung jawab Puskesmas adalah mempertahankan standarisasi tersebut termasuk dalam tindakan pemberian vaksinnya. Ini adalah peluang baik yang dimiliki Puskesmas untuk berkompetisi dengan penyedia layanan primer lainnya.

Disamping dengan sektor swasta, puskesmas juga harus berkompetisi dengan Puskesmas lainnya, terutama di wilayah-wilayah yang saling berbatasan. Untuk ini diharapkan akan ada upaya di tiap Puskesmas untuk meningkatkan mutu layanannya dan setiap Puskesmas diharapkan dapat mengembangkan kegiatan lokal spesifik sebagai ciri khas masing-masing Puskesmas untuk meningkatkan daya saing.

4. Mengembangkan dan Mengelola Kerjasama Dengan Layanan Kesehatan Primer Lainnya

Puskesmas sebagai ujung tombak Pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya merupakan kepanjangan tangan pemerintah untuk menyampaikan dan memberikan program-program layanan kesehatan baik pada perorangan maupun masyarakat. Agar kegiatan-kegiatan tersebut dapat berjalan dan memperoleh hasil seperti yang diinginkan, maka Puskesmas harus membangun kerjasama dengan layanan kesehatan primer lainnya, baik swasta maupun pemerintah. Kerjasama ini penting supaya tidak terjadi perbedaan yang sangat dramatis untuk penanggulangan masalah penyakit atau kesehatan yang akhirnya akan berdampak buruk pada masyarakat. Contoh, Pengobatan Tuberculosis (TBC) dengan strategi DOTs. Sudah terbukti bahwa pengobatan TBC dengan strategi DOTs lebih efektif daripada strategi konvensional. Kombinasi obat dan cara pemberiannya sudah sangat jelas. Angka kesembuhan juga tinggi (lebih dari 90%). Tapi sayang, tidak semua penderita TBC diobati dengan strategi DOTs, terutama mereka yang berobat ke layanan swasta. Pengobatan yang diberikan msih sangat bervariasi, kadang malah sub-standar. Salah satu penyebabnya adalah karena Puskesmas tidak melibatkan layanan swasta dengan memberikan informasi dan fasilitasi sarana (obat) untuk pengobatan penderita TBC dengan strategi DOTs. Aibatnya banyak penderita TBC yang tidak mengalami kesembuhan karena drop out minum obat, bahkan muncul resistensi kuman terhadap obat. Karena itu kerjasama menjadi sangat penting supaya capaian program bisa berhasil.

Kerjasama lain yang harus dikembangkan misalnya dalam hal pencatatan dan pelaporan. Sesuai dengan asasa kerja Puskesmas yang berbasis kewilayahan, maka Puskesmas merupakan penanggung jawab seluruh kegiatan yang berhubungan dengan upaya peningkatan layanan kesehatan di wilayahnya. Selama ini, layanan kesehatan yang dilakukan oleh sektor swasta sering tidak terpantau oleh Puskesmas karena belum ada sistem pencatatan dan pelaporan yang baku dari sektor swasta untuk melaporkan kegiatannya ke Puskesmas. Begitu juga dengan rumah sakit yang tidak melaporkan kegiatannya ke Dinas Kesehatan. hal ini menyebabkan kita banyak kehilangan banyak data yang sangat penting untuk untuk perencanaan kegiatan dan pengambilan keputusan guna menentukan suatu kebijakan. Oleh karena itu kerjasama dalam hal ini perlu ditingkatkan, misalnya dengan menetapkan suatu standar sistem pelaporan tentang kegiatan layanan kesehatan di seluruh wilayah kabupaten.

5. Mengembangkan dan Mengelola Layanan Kesehatan Lokal Spesifik

Penting bagi puskesmas untuk mengembangkan kegiatan lokal spesifik sebagai ciri khas layanan kesehatan Puskesmas tersebut. Layanan yang dikembangkan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat, baik lingkungan geografis, demografis maupun sosial budaya. Ini dimaksudkan agar agar Puskesmas mampu memberikan pilihan kepada masyarakat mengenai layanan kesehatan yang dibutuhkan. Ini juga dapat menjadi nilai lebih untuk meningkatkan daya saing Puskesmas bersangkutan. Contoh kegiatan lokal spesifik yang dapat dikembangkan oleh Puskesmas sangat banyak, diantaranya pada Puskesmas yang kondisi geografisnya sangat rawan terjadi bencana alam (misal : Banjarmengu, Batur, Pejawaran, Kalibening, dan lain-lain) dapat mengembangkan layanan manajemen faktor resiko terutama untuk faktor resiko bencana.

Puskesmas – puskesmas yang kesulitan mengembangkan kegiatan kuratifnya dapat mengembangkan kegiatan promotif preventif sebagai ciri khas layanan kesehatan di Puskesmas tersebut, misalnya Puskesmas sebagai Pusat Informasi Kesehatan yang dapat diakses oleh siapa saja. Puskesmas dapat juga mengembangkan UKBM-UKBM yang ada di wilayahnya menjadi kegiatan andalan dan sebagai bentuk layanan kesehatan yang mengupayakan kemandirian masyarakat di bidang kesehatan.

Puskesmas yang berada di jalur jalan raya yang ramai dan rawan kecelakaan dapat mengembangkan Kegiatan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan yang berbasis masyarakat sehingga dapat mengurani angka kesakitan dan kematian karena pertolongan awal yang tidak tepat. Puskesmasnya sendiri dapat mengembangkan diri sebagai layanan dasar untuk Trauma Center.

Masih banyak kegiatan lain yang dapat dikembangkan oleh Puskesmas sesuai kreativitas dan inovasi masing-masing, tanpa meninggalkan aturan yang berlaku. Dengan begitu, Puskesmas akan memiliki satu bentuk layanan kesehatan yang khas yang dibutuhkan oleh masyarakat dan diharapkan masyarakat akan mengenali Puskesmas tersebut dengan bentuk layanan khas yang dimilikinya, tanpa meninggalkan peran puskesmas secara utuh.

6. Mengembangkan dan Mengelola Layanan Rawat Jalan dan Rawat Inap Untuk Penyakit/Kondisi Kesehatan Kronik dan Akut

Adanya perubahan yang pesat terhadap teknologi membawa dampak besar tehadap perilaku sosial budaya masyarakat, yang imbasnya adalah perubahan pola penyakit di masyarakat. Bila pada awalnya UKP Puskesmas dirancang untuk menangani masalah kesehatan atau penyakit akut di masyarakat, saat ini harus mulai memberikan porsi yang lebih besar untuk masalah kesehatan atau penyakit kronik karena epidemiologi penyakit sekarang mulai bergeser, dimana kasus penyakit kronik mulai meluas dan penyakit akut belum hilang. Hal ini menjadi beban ganda untuk penanggulangan penyakit di masyarakat.

7. Mengembangkan dan Mengelola Pembiayaan Upaya Kesehatan Perorangan, Masyarakat dan Manajemen Keuangan

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa salah satu penyebab rendahnya derajat kesehatan masyarakat adalah masalah rendahnya akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang bermutu. Akses yang dimaksud di sini adalah biaya, jarak dan transportasi. Biaya untuk mendapatkan layanan kesehatan masih merupakan masalah, terutama untuk masyarakat miskin. Sampai saat ini jumlah masyarakat miskin di Kabupaten Banjarnegara masih di atas 40%, dari jumlah tersebut belum seluruhnya memiliki Kartu Jaminan Layanan Kesehatan dari pemerintah (Jamkesmas). Dana pemerintah daerah yang disediakan untuk mendukung layanan penduduk miskin non kuota (yang tidak memiliki Jamkesmas) masih jauh dari kebutuhan. Sehingga masyarakat miskin semakin tidak mampu mengakses layanan kesehatan dari sisi biaya. Dengan model pembayaran langsung (out of pocket) untuk layanan kesehatan seperti sekarang ini, hanya mereka yang memiliki uang sajalah yang mampu mendapatkan layanan kesehatan setiap saat mereka membutuhkan. Di lain pihak, masyarakat belum terbiasa menabung untuk dana cadangan apabila sewaktu-waktu membutuhkan layanan kesehatan. terutama untuk masyarakat miskin yang untuk memenuhi kebutuhan dsasarnya saja sudah sangat kesulitan.

Karenanya, puskesmas sebagai tempat utama masayarakat untuk mendapatkan layanan kesehatan, harus memikirkan bagaimana kelompok ini dapat tetap memperoleh layanan kesehatan. tentu saja ini bersama-sama dengan Dinas Kesehatan dan seluruh stake holder untuk memfasilitasinya. Berbagai bentuk dana sehat yang ada di masyarakat mungkin perlu diaktifkan kembali dan dikoordinir pelaksanaannya supaya lebih bisa menjamin keterjangkauan seluruh masyarakat untuk mendapatkan layanan kesehatan, baik UKP maupun UKM. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) dapat dijadikan salah satu upaya dan bila perlu dengan mewajibkan seluruh masyarakat untuk ikut serta di dalamnya. Kewajiban tersebut dimaksudkan untuk menjamin adanya risk dan cost sharing bagi upaya layanan kesehatan di seluruh lapisan masyarakat, baik miskin maupun kaya.

Dari sisi keuangan Puskesmas, juga perlu adanya pengelolaan yang menjamin seluruh kegiatan puskesmas dapat terakomodasi dan mendapatkan pendanaan secara efisien. Sebagaimana kita ketahui selama ini, bahwa kecenderungan Puskesmas dalam mengelola keuangan lebih banyak untuk sektor kuratif dan sangat minim untuk kegiatan promotif maupun preventif. Hal ini tentunya harus dibenahi agar UKP dan UKM bisa berjalan seimbang.

Adanya ketentuan bahwa pendapatan Puskesmas ditarget untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga menimbulkan kefrustasian di kalangan Kepala Puskesmas beserta seluruh karyawannya bila tidak berhasil mencapai target. Seakan-akan ada aturan tidak tertulis bahwa pencapaian target pendapatan merupakan tolok ukur keberhasilan suatu Puskesmas, sehingga Puskesmas berlomba-lomba meningkatkan upaya kuratif yang di Puskesmas merupakan “sumber pendapatan” dan melupakan upaya UKM-nya.

Pendapatan yang didapat Puskesmas selanjutnya disetor seluruhnya ke kas daerah. Puskesmas dapat meminta pengembalian dari setoran tersebut untuk kegiatan dengan mengajukan Rencana kegiatan yang prosesnya cukup memakan waktu. Akibatnya banyak kegiatan yang terpaksa tertunda karena dana belum turun, padahal kegiatan tersebut mendesak untuk segera dilaksanakan. Sehingga muncul pemikiran Puskesmas Swakelola atau barangkali bahkan Puskesmas bisa dijadikan Badan Layanan Umum (BLU), sehingga kebutuhan dana untuk operasional dapat langsung dikelola sendiri oleh Puskesmas dari pendapatan yang masuk.

8. Mengembangkan dan Mengelola Mekanisme Monitoring dan Evaluasi Layanan Kesehatan Primer Melalui Supervisi Suportif

Rendahnya mutu layanan kesehatan juga sangat dipengaruhi oleh kurangnya pembinaan dari pihak-pihak terkait terhadap pemberi layanan kesehatan, dalam hal ini seharusnya Dinas kesehatan dapat menjadi Fasilitator dan koordinator. Harus ada suatu mekanisme monitoring dan evaluasi untuk menjamin seluruh komponen dalam sistem kesehatan dapat berjalan optimal. Supervisi suportif dapat dikembangkan untuk kegiatan penguatan sistem monitoring dan evaluasi ini.

Dinas Kesehatan tidak mungkin dapat menjangkau seluruh pemberi layanan kesehatan di wilayahnya. Karena itu, Puskesmas juga harus dilibatkan dalam kegiatan pelaksanaan supervisi suportif ini terhadap jaringan pemberi layanan kesehatan di wilayahnya. Kegiatan supervisis ini juga dapat melibatkan organisasi profesi yang memahami standar inerja untuk tenaga kesehatan tertentu. Hal-hal yang akan dijadikan standar penilaian dalam kegiatan supervisis dikomunikasikan dan disepakati terlebih dahulu oleh supervisor maupun pihak-pihak yang akan disupervisi. Penilaian yang dilakukan bukanlah mencari kesalahan pihak yang disupervisi, tapi lebih ke arah identifikasi masalah dan alternatif solusinya, dimana alternatif solusi yang dimunculkan melibatkan pihak yang akan disupervisi secara penuh. Dengan cara demikian, diharapkan pemecahan masalah berjalan optimal karena menyesuaikan dengan pihak yang disupervisi.

Kegiatan supervisi ini sebaiknya dilakukan secara terpadu dan dilakukan oleh tenaga khusus yang terlatih yang memang bertugas untuk itu. Jadi, bukan oleh tenaga di Dinas Kesehatan atau Puskesmas yang bersifat sampingan. Dengan adanya supervisi terpadu dan pelaksanaannya khusus, maka diharapkan kegiatan supervisi dapat lebih fokus dan tercapai tujuannya. Hasil dari supervisi tersebut kemudian dijadikan bahan evaluasi untuk rencana tindak lanjut yang bersifat terus-menerus dan berkesinambungan untuk perbaikan.

Dengan adanya strategi pengembangan Puskesmas yang dilaksanakan secara terencana dengan baik, diharapkan revitalisasi Puskesmas yang diharapkan akan segera terwujud. Di masa mendatang, Puskesmas benar-benar menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat dan bukan lagi menjadi pilihan karena tidak ada pilihan lain. Semoga.

No comments:

Post a Comment